Wednesday, June 15, 2011

Belajar dari Si “Mbak”

Ketika harus menjalani masa-masa pemulihan di rumah. Bosan dan suntuk kadang menghampiri diri yang kesehariannya tak pernah bisa diam, tanpa aktivitas dan hanya bisa berbaring atau beraktivitas dengan gerakan yang terbatas.

Hari-hari selama rehat di rumah, banyak kuisi dengan membaca buku-buku rohani yang cukup lama mengantri dalam sesaknya jejeran buku dalam lemari. Buku-buku itu seakan-akan meronta memanggilku kapan gilirannya untuk kubaca. Memang belakangan ini sebelum akhirnya harus berbaring di “meja kesakitan” dan rehat di rumah, sulit sekali menyempatkan waktu khusus untuk membaca. Herannya aku senang sekali membeli buku-buku rohani yang bagus dan ini juga yang menyebabkan makin bertambah dan bertumpuknya jumlah buku yang belum terbaca.

Pagi ini, setelah 3hari aku rehat di rumah. Aku memperhatikan “Mbak” yang kerja di rumahku, sebenarnya sudah hampir 4bulan dia bekerja di rumah untuk mencuci, menggosok dan mengepel. Tapi baru pagi inilah aku berkesempatan memperhatikan cara kerjanya dengan seksama dan mengobrol banyak dengan si mbak, sambil ia merapihkan kamarku yang masih belum bisa kurapihkan sendiri.

Aku sungguh kagum dengan cara kerjanya yang amat bersih, ia rajin, dan inisiatif mengerjakan sesuatu tanpa harus disuruh Mama. Terlebih lagi ia mengerjakan dan merapihkan pekerjaan rumah melebihi apa yang menjadi bagian tanggung jawabnya. Ia pun disiplin dan jujur. Belum pernah ia meminta izin libur dari kerjanya, apalagi tidak melaporkan uang yang ia temukan dari kantong celana yang dicucinya. Sehingga mama percaya penuh padanya.

Mama pernah cerita bahwa si Mbak adalah mantan TKW, tapi hal itu makin jelas aku tahu dari dirinya sendiri. Tuturnya, sebelum menikah ia adalah mantan TKW yang bekerja jadi PRT di Singapura hampir 3tahun. Ia pun bercerita “sebelum saya bisa berangkat jadi TKW saya dididik dulu Rin untuk bisa terampil dan menguasai semua pekerjaan rumah tangga, disiplin dan jujur juga jadi yang utama. Jadi pas udah ga jadi TKW lagi ya semua itu menjadi bagian dalam diri saya, udah makanan sehari-hari lah.” Selama 3tahun itu cukup banyak pundi-pundi yang dia hasilkan dan tabung dari gajinya, terangnya padaku.

“Wow”..pikirku “Singapura!”, aku saja belum pernah kesana, tapi si mbak sudah. Biasanya orang-orang yang pekerjaannya seperti si mbak, akan terlihat perubahan dalam gaya hidup atau penampilan mereka ketika kembali ke Jakarta, ya.. kata orang ngikut gaya hidup orang luar. Namun tidak kudapati hal demikian tersirat dalam raut wajah, penampilan dan sikapnya. Ia tetap rendah hati.

Lalu tanyaku “Lho..kenapa setelah menikah, ga lanjut jadi TKW mbak, malah kerja jadi PRT disini yang gajinya jauh banget dari gaji PRT di luar?”, lalu dengan cepat dia menjawab ”Uang bukan segala-galanya Rin, keluarga yang utama. Saya kan istri, saya harus ngikut sama suami. Saya kerja pun cuma untuk nambah-nambah pendapatan suami, apa aja lah yang penting dapur tetep bisa ngebul tapi HALAL!.”“Wah mantap banget tuh mbak, jarang lho yang punya pikiran kayak mbak”, sambungku.

Aku pun memujinya, “pantes kerjaan mbak rajin banget, cucian bersih, gosokan juga rapih. Tapi aku juga salut lho, mbak kan ga dibayar untuk buangin sampah, isi air bak atau rapihin seprei, benerin keset, apalagi ngelap kaca dan meja. Kok mbak mau si ngerjain semua, padahal kan mbak ga dibayar untuk ngerjain itu dan cuma digaji untuk nyuci, gosok dan ngepel doang?.” Terangnya padaku “Rin, kita ga boleh kerja sekedarnya aja, meski bayarannya ga seberapa, harus ikhlas. Kita pun kerja jangan karena disuruh-suruh, rajin cuma pas diawasin majikan. Kerja tuh harus dibawa senang dan harus dari ketulusan hati bukan karena uang doang. Kalau begitu mah semua orang juga bisa, t’rus kasihan dong yang udah ngupahin kita. Kalau udah karena uang, pasti deh ga akan bener kerjaannya.”

Sambil tersenyum aku bersyukur, karena selama rehat dirumah banyak hal yang Tuhan ajarkan baik dalam waktu teduh pribadiku, pembacaan buku rohani yang memperkaya iman kerohanianku. Namun aku pun diperkaya dengan belajar dari si mbak, yang usianya lebih muda 1thn dariku. Dari dirinya aku belajar memberikan diri, pikiran dan tenaga melebihi apa yang menjadi bagianku.

Menemukan orang-orang seperti si ”mbak” dalam dunia kerja bisa terhitung dengan jari. Mungkin banyak juga diantara kita pernah menemukan orang-orang yang sering berjanji akan bekerja lebih giat dan kreatif kalau gajinya dinaikan terlebih dulu. Tapi apakah hal itu akan menjamin kinerjanya akan lebih baik atau menjadi jauh lebih baik dan berkualitas??..jawabnya tentu tidak!. Perubahan itu ditentukan dari sikap diri kita sendiri!. Bahkan tak jarang kita pun menemukan atau bahkan menjadi pelaku-pelaku yang demikian yang bekerja seadanya saja, menolak jika dipercayakan tanggung jawab lebih apalagi mengerjakan pekerjaan yang bukan bagiannya, hanya mau uangnya saja. Mental seperti inilah yang membuat masyarakat kita lambat untuk maju. Hidupnya, karyanya dan kekreatifitasnya bergantung pada penilaian dan harga yang diberikan orang lain kepadanya.



By: Ririn Sihotang
11.05.2011

No comments:

Post a Comment